Jakarta — Dinamika pembangunan global terkini menuntut adanya peralihan ke aktivitas ekonomi yang lebih hijau baik dari kegiatan sektor energi, industri, lahan, kelautan dan pesisir, pangan, pertanian serta termasuk juga dari sektor pengelolaan limbah dan sampah. Kondisi ini disertai meningkatnya urgensi untuk meninggalkan paradigma pembangunan lama secara business as usual menuju ke praktik yang lebih berkelanjutan.
Berdasarkan data dalam Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), timbulan sampah nasional tahun 2023 sebesar 69,9 juta ton/tahun, capaian kinerja pengelolaan sampah Indonesia baru mencapai 66,94%, masih terdapat 33,06% sampah yang belum terkelola dengan baik yang dapat mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Ketua Dewan Pembina Indonesia Solid Waste Association (INSWA), Sri Bebassari, menyatakan bahwa bila mempertimbangkan perkembangan teknologi saat ini yang semakin modern, sampah yang ada seharusnya dapat diolah dengan lebih baik sesuai dengan jenis dan peruntukannya dengan prinsip menjadikan sampah sebagai sumber daya. Hal ini dapat terwujud dengan dukungan dari semua pihak, termasuk dunia usaha dan pemerintah daerah.
Sri Bebassari menilai rencana strategis pengurangan sampah plastik di level nasional masih belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan meski pemerintah telah mendorong pelaksanaannya sejak empat tahun terakhir. Hal itu mengindikasikan willingness (keinginan) produsen atau pemilik brand menjalankan dua program pilar pengurangan sampah, yakni Extended Producer Responsibility (EPR) dan up sizing, belum efektif.
Sri bebassari berharap pemerintah dan para pihak terkait segera mereview dan memberikan fokus terhadap efektivitas pelaksanaan program pengurangan sampah. Salah satunya berkaitan dengan komitmen terhadap implementasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No P.75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, ungkanya di Jakarta, Sabtu (13/7/2024).
Lebih lanjut Sri Bebassari mengatakan, bicara mengenai pengelolaan sampah itu berarti bicara undang-undang, di mana pengelolaan sampah itu kegiatan yang sistematis, berkesinambungan dan memerlukan pengurangan dan penanganan. Solusi pengurangan sampah itu dari proses produksinya harus didesain agar setelah mengonsumsi suatu produk, sisanya itu sekecil mungkin atau kalau bisa sama sekali tidak ada. “Jadi, jangan karena ingin menghasilkan sirkular ekonomi, tetapi malah menimbulkan jumlah sampah yang banyak” ujarnya.
“Pesan saya kepada pemda, TPA itu adalah tempat untuk residu. Oleh karena itu, galakkan pilah sampah dari rumah, galakkan bank sampah sebagai pusat pengumpulan sampah terpilah, dan TPS3R sebagai fasilitas pengolahannya supaya bisa ditindaklanjuti dengan pengelolaan sampah selanjutnya dan tidak dibuang begitu saja ke TPA,” tambah Sri Bebassari.