Garut
Aktivis pergerakan dunia pendidikan sekaligus dosen administrasi publik di salah satu Perguruan Tinggi Swasta, yakni Elsa Wiganda, M.Pd., M.Si., MCE asal Pameungpeuk Garut Selatan menyampaikan kekecewaan yang sangat mendalam terhadap sikap Ketua DPRD Kabupaten Garut Hj.Euis Ida Wartiah,
Karena perkataannya “mangga nangisna sing sae nya”, Elsa menilai ungkapan Ketua DPRD ini seolah mengolok-ngolok dan dinilai kurang empati terhadap peserta aksi pada guru honorer.
Elsa mengungkapkan kekecewaannya terhadap Ketua DPRD Garut karena melontarkan kalimat yang tidak patut.
“Saya sangat kecewa dan geram terhadap sikap Hj. Euis Ida Wartiah “mangga nangisna sing sae nya” yang kurang humanis dan sangat tidak mencerminkan seorang pejabat publik. Tindakan beliau hanya akan memancing amarah dari seluruh elemen masyarakat,” ungkap Elsa
Saking kesalnya, tambah Elsa, salah satu diantara pendemo sampai ada yang melempari Hj.Euis Ida dengan botol air minum meneral.
Aksi yang digelar oleh guru honorer untuk memperoleh hak mereka justru direspons dengan sikap yang sangat tidak mengenakkan dari pimpinan DPRD Kabupaten Garut.
“Aksi ini dilakukan para guru untuk mendapatkan hak mereka, namun bukan hak yang mereka dapatkan, melainkan perlakuan kurang empati dari Ibu Hj. Euis Ida,”ujarnya
Elsa juga menekankan bahwa sikap Ketua DPRD Garut ini berpotensi memicu gerakan yang lebih besar di masa mendatang. Mungkin saja akan ada aksi lanjutan, bukan hanya terkait substansi aksi sebelumnya, tapi ini persoalan moral seorang pejabat publik yang perlu untuk dibenahi.
Menurut Elsa, ini bukan sekadar masalah prosedural atau administratif, tetapi lebih pada moral dan etika seorang pejabat publik. Sikap yang ditunjukkan oleh Ketua DPRD Kab. Garut dianggap mencerminkan kurangnya komitmen terhadap kepentingan masyarakat dan keadilan sosial. Ini adalah persoalan moral seorang pejabat publik yang perlu dibenahi. Karena dengan adanya tindakan seperti ini hanya akan merusak kepercayaan publik terhadap DPRD Kabupaten Garut.
“Kritikan ini diharapkan dapat menjadi sebuah cerminan juga introspeksi bagi para pejabat publik lainnya untuk lebih peka dan empati terhadap aspirasi masyarakat yang mereka wakili. Dalam demokrasi, keterbukaan dan sikap humanis adalah kunci untuk menciptakan pemerintahan yang adil dan lebih baik,” pungkasnya.(brotom)