Penulis : Irma Ismail ( Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Kelangkaan gas kembali terjadi di berbagai daerah di Indonesia, setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) melarang pengecer menjual gas bersubsidi tersebut per 1 Februari 2025. Perubahan sistem distribusi LPG yang mewajibkan pengecer beralih menjadi pangkalan resmi agar bisa mendapatkan stok gas melon untuk dijual. Kini, gas melon hanya tersedia di pangkalan resmi. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa aturan ini dibuat untuk mencegah penyaluran gas subsidi yang nggak tepat sasaran dan menghindari permainan harga di lapangan. (transisi. Energy 7/2/025).
Hal itu membua antrian panjang di mana-mana karena gas melon langka, kalaupun ada maka harganya bisa naik hingga 3 kali lipat dari harga normal. Parahnya kejadian tidak hanya terjadi Balikpapan, Samarinda dan kota lain di Kalimantan Timur tetapi juga terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
Hal itu tidak saja menimbulkan kepanikan dan kritikan dari masyarakat bahkan Komisi XII DPR RI pun ikut mengkritik keras, kebijakan Kementerian ESDM yang mendadak membatasi distribusi LPG 3 kg. Terutama, pembatasan dengan menghapus pengecer dari mata rantai distribusi per 1 Februari 2025.
Untuk merespon polemik kelangkaan gas ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan kebijakan pengecer menjadi sub pangkalan harus diambil karena melihat kerugian yang besar dari gas melon bersubsidi. Selain itu negara juga menyubsidi tiga kebutuhan energi untuk rakyat Indonesia, yakni BBM, listrik, dan gas LPG. Untuk elpiji dalam satu tahun negara menyubsidi hingga Rp87 triliun.
Tentunya ini adalah hal yang membuat tanda tanya besar karena cadangan gas bumi Indonesia berdasarkan data Februari 2024 sebesar 55,76 triliun kaki kubik (TCF). Dengan asumsi recovery sekitar 40-50%, cadangan gas bumi diperkirakan akan bertahan sekitar 22 tahun. Sementara itu ekspor gas bumi Indonesia pada tahun 2024 mencapai 1.905 billion british thermal unit per day (bbtud). Angka ini naik 6,19% dibandingkan tahun 2023 yang tercatat sebesar 1.794 bbtud.
Bagaimana bisa terjadi kelangkaan di saat pemerintah masih bisa eksport gas. Sebelumnya di tahun 2024 juga pernah terjadi kelangkaan gas. Lantas apa yang membuat pemerintah mengambil kebijakan ini meskipun pada akhirnya dibatalkan.
Salah sasaran, ya salah sasaran atau tidak tepat sasaran adalah salah satu alasan diberlakukan aturan ini. Karena menurut pemerintah harusnya gas melon bersubsidi hanya bagi masyarakat penerima Bansos dan bukan untuk masyarakat umum. Pembagian kelas subsidi dan non subsidi adalah kelas yang memang di buat oleh Pemerintah.
Ketika penguasa membatalkan aturan tersebut maka penguasa seakan jadi populis otorutarianism, jadi pahlawan bagi masyarakat luas setelah membatalkan kebijakan dzalim. Memang hal yang aneh ketika kebutuhan mendasar masyarakat bisa dibedakan untuk mendapatkannya dikarenakan status sosial, tentunya ini tidak adil. Hanya miskin saja yang mendapatkan kemudahan sedangkan orang yang mampu atau kaya tidak usah dibantu dikarenakan mereka mempunyai uang yang berlebih. Padahal jelas bahwa kebutuhan akan gas ini adalah kebutuhan hidup semua masyarakat.
Beginilah hidup dalam suasana kehidupan yang berkiblat pada sekuler dengan ekonomi kapitalis. Subsidi adalah cara menjerat masyarakat bawah untuk seolah merasa terbantukan padahal itu adalah haknya. Selain itu diberikannya harga tinggi kepada masyarakat menengah ke atas adalah cara menjerat yang lain.
Inilah negara dengan sistem ekonomi kapitalisnya membuat hubungan penguasa dan rakyat bak penjual dan pembeli, mencari keuntungan.
Panggung terbuka akan diberikan kepada para pemilik modal untuk bisa ikut bekerja membangun bangsa. Sayangnya sumber daya alam menjadi taruhannya dengan jalan dikelola oleh para kapitalis ini. Hal yang wajar karena sistem ini membebaskan dalam hal kepemilikan, termasuk laut, sungai, hutan hingga apa yang ada di perut bumi.
Kepemilikan dalam sistem ekonomi kapitalisme memberikan ruang yang luas untuk dapat memiliki apapun. Siapa pun dapat untuk memilikinya dan sebanyak apapun yang bisa dimiliki. Maka tidak heran dalam sistem ekonomi kapitalisme pengelolaan dari mengeksplorasi hingga pendistribusian bisa dilakukan oleh pihak swasta.
Pengelolaan sumber daya alam yang dikuasai oleh swasta akan berorientasi pada profit. Maka di sini jelas bahwa konsumennya adalah masyarakat. Pola pendistribusian subsidi dan non subsidi dengan dalih pengentasan kemiskinan bukanlah solusi bahkan bisa menambah masalah baru.
Hal itu sangat berbeda dengan Islam dalam hal pengelolaan sumber daya alam. Islam adalah ajaran yang sempurna dan lengkap, maka segala problematika kehidupan akan terpecahkan jika memakai standar dari Al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam kitab Nidzom Iqtishodi karya Syaikh Taqiyuddin An nabhani dijelaskan bahwa hutan dan bahan galian tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak mungkin dihabiskan adalah milik umum dan harus dikelola oleh negara. Hasilnya harus diberikan kembali kepada rakyat dalam bentuk bahan yang murah berbentuk subsidi untuk berbagai kebutuhan primer masyarakat atau warga negara. Misal pendidikan, kesehatan dan fasilitas umum. Inilah pengaturan sistem Islam yang dapat menjadi solusi kerusakan pengelolaan tambang dari sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan.
Dalam Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.
Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah Saw: Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api. (HR Ibnu Majah).
Maka dari sini dapat dsimpulkan bahwa apa yang menjadi kepemilikan umum diurus negara dan hasilnya akan diberikan kepada masyarakat, siapapun tanpa memandang status sosial kaya miskin, agama, suku ataupun pendidikan selama menjadi warga negara Daulah Khilafah.
Kepemimpinan dalam Islam memastikan bahwa hak setiap warga masyarakat akan terpenuhi dan ketika penguasa bertindak dzolim maka ada Mahkamah Madzolim yang akan menengahi permasalahan rakyat dan penguasa. Sebagaimana yang terdapat dalam Kitab Aj Hijah karangan Syaikh Taqiyuddin An Nabhani.
Oleh karena itu solusi atas berbagai permasalahan umat termasuk kelangkaan gas adalah dengan menerapkan Islam secara menyeluruh dan sempurna. Semoga umat Islam semakin menyadari dan bangkit untuk untuk memperjuangkan Islam.